Budaya pop/massa mungkin sudah tidak asing lagi
ditelinga kita, karena setiap hari kita di jejali dengan budaya tersebut. Tanpa
kita sadari sebenarnya kita sudah masuk dalam lingkaran pop culture.
Sedikit mendefinisikan budaya popular adalah salah satu budaya yang di anut
oleh khalayak umum publik. budaya pop ( pop culture ) sengaja di
ciptakan untuk mengglobalkan sebuah budaya. Dalam budaya ini ada pertentangan
antara subjek dan objek dalam budaya tersebut. Dimana subjek sebagai pemrakarsa
( creator ), dan objek berdiri sebagai konsumen.
Pertentangan tersebut hamper sama dengan
konsepnya mark mengenai pertentangan kelas antara pemilik modal dengan buruh.
dimana pemilik modal sebagai majikan dan buruh sebagai pembantu. Dalam pop
culture hamper semua aspek kehidupan di dalam nya ada, entah itu,
sosial,buadaya,agama,politik, ekonomi dan sebagainya.
Penyebar luasan budaya massa ini menggunakan
beberapa instrument salah satu
diantaranya menggunakan kecanggihan teknologi/media massa. Dalam pandangan saya
media massa adalah salah satu instrument yang paling efektif karena media massa dapat di akses oleh
seluruh umat manusia di dunia.
Budaya pop mendidik kita untuk bersikap lebih
konsumtif, artinya mencoba untuk lebih memikirkan hal-hal yang non hirarkis,
dan lebih pada mementing peersoalan citra. Anggapan yang mengatakan bahwa
ketika kita makan di macdonald itu meningkatkan derajat dan martabat kita
sebagai umat manusia. Sehingga citra kita di mata masyarakat mulai terangkat
dan di pandangan sebagai orang elit.
Dalam budaya pop citra di anggap sebagai salah
satu tolak ukur antara baik dan buruk. Jadi bila kita memakai pakaian yang
bagus dan bermerek kita di anggap sebagai orang baik, dan ketika ada orang yang
memakai celana sobek-sobek dan rambut gondrong itu orang yang buruk. Nah hal
itu yang sering di sebut dengan budaya coveristik.
Sebenarnya budaya pop dari dulu sudah ada
sebelum Negara kesatuan rebuplik Indonesia terbentuk. Hanya saja pada era
sekarang ini mengalami pembaharuan (modifikasi). Dulu bentuk budaya pop masih
bebbentuk tradisional, seperti gamelan, tari-tarian, dll. Dan itu hanya
dikonsumsi oleh para elit aristocrat. Tapi seiring dengan berjalannya waktu
masyarakat pribumi pun akhirnya mengimitasi budaya yang dilakukan oleh para
birokrat, untuk dijalankan secara periodic.
Era modern/global model budaya lebih modern,
tidak kolot. Artinya perkembangan budaya mengikuti perkembangan zaman. Sekarang
budaya pop lebih pada gaya hidup (image). Perlu kita ketahui bersama bahwa di
dalam budaya itu mempunyai misi yang sangatlah besar. Misi idiologis, politis,
serta ekonomis. Barat menciptakan budaya tidak Cuma-Cuma untuk dikonsumsi oleh
manusia ada timbal balik yang di dapatkan yaitu menegaskan bahwa barat adalah
Negara superior .
Seiring dengan arus globalisasi yang sudah
mulai memuculkan trand centre yang di jadikan sebagai bahan untuk di tiru.
Negara Indonesia mempunyai kearifan budaya lokal yang sangat banyak dan
beragam. Hingga saat ini budaya tersebut sudah mulai bergeser nilai-nilai
kearifan budaya lokalnya. Hal ini dikarenakan minat dari masyarakat pribumi
untuk mencintai khazanah budaya lokal masih kurang.
Mungkin kita bisa meniru apa yang sudah
dilakukan mahatma Gandhi. Dia mencoba untuk menjaga identitas masyarakat india
dengan mencetuskan gagasan yang sangat luar bisa terkenalnya yaitu ahimsa
(cinta tanah air/produk dalam negeri). Kita sebagai warga Negara Indonesia bisa
mengambil spirit perjuangan Gandhi dalam mempertahankan kesatuan Negara dari
gempuran arus globalisasi/kapitalisme yang di lancarkan oleh barat.
Disisi lain agama yang di anggap sebagai sebuah
entitas yang netral pun tanpa disadari ternyata juga mengalami proses asimilasi
budaya pop. Terbukti dengan beberapa fenomena yang terjadi di sekitar kita.
Persoalan busana dalam agama dijadikan sebagai salah satu instrument untuk
massifikasi. Para desainer sibuk untuk melakukan modifikasi terhadap busana
agar tampak elegan dan stylish ketika di pakai oleh manusia.
Tugas berat menerpa seluruh manusia di jagat
raya ini untuk melakukan control terhadap budaya massal guna menjaga mozaik
kearifan budaya lokal. Kita tidak serta merta harus menolak kedatangan dari
budaya popular yang berasal dari barat. Diperlukan adanya proses filterisasi
terhadap budaya barat. Jangan sampai kita menjustifikasi bahwa budaya barat adalah
produk dari Negara kapitalis.Diperlukan sikap kritis untuk mengambil hikmah
dari adanya budaya pop.
Kawan-kawan jangan melihat seseorang itu dari
lifestyle…
Lihatlah dari apa yang terucap dari
mulutnya,,,,
Penampilan terkadang menipu,,,
Kritislah kawan….
Semoga
catatan ini menjadi awal kita untuk lebih bijak ketika menyikapi segala
problematika kemanusiaan di dunia ini dan menjadi seorang pluralis sejati…
Amien…
Yogyakarta.02-05-2012
Ucok Al Ayubbi
At Kos Perjuangan..
0 komentar:
Posting Komentar