KU ACUNGKAN JARI TENGAH PADA SEMUA PENYERAGAMAN
oleh Reza Zea pada 3 Februari 2012 pukul 11:48 ·
* Publik
* Teman (+)
* Hanya Saya
* Khusus
*
* Teman Dekat
* MAN Tambakberas Jombang
* Lihat semua daftar...
* IAIN Soenan Kalidjogo
* Daerah Yogyakarta
* Keluarga
* Kenalan
*
* Kembali
“Selama masih ada ilusi mengenai tatanan sosial yang harmonis dan utuh, maka selama itu pula fantasi rasis akan terus bekerja dalam kesadaran manusia dalam upayanya mencari kambing hitam”. Sebaris kalimat yang tanpa sengaja saya temukan dalam buku Manusia Politik, buah karya dari Robertus Robert, Sebuah studi mengenai pemikiran Slavoj Zizek.
Secara sadar kutipan tersebut saya tulis sebagai “status” di sebuah situs jejaring sosial. Belum genap satu jam, kawan saya di Jakarta memberikan tanggapan atas apa yang saya tulis, “bedakan antara ilusi dan cita-cita!!! Sejarah masyarakat kita tidak mengenal rasisme bung!”. Cuih, terdengar bullshit di telinga saya! Saya katakan padanya (tentunya perdebatan ini masih dengan penggunaan teknologi internet). Apa bedanya cita-cita dan ilusi? Lalu pencerahan, kemajuan, masyarakat tanpa kelas cita-cita atau ilusi? Justru karena cita-cita atau yang ideal itu gagal di hadirkan dalam realita itulah lalu di cari-cari akar persoalanya, ingat fantasi rasis berakar dalam kegagalan permanen masyarakat yang sadar "akan yang kosong dalam dirinya", sehingga terus bermimpi menjadikan dirinya total seperti yang di katakan oleh zizek. Lalu pikir ulang deh tentang bangsa kita yang harmonis.. Terdengar sampah di telinga saya! Ingatkah anda dengan perang bubat? Lalu bagaimana dengan orde baru yang pada awal berdirinya dan selanjutnya setiap tahun selalu menganjurkan agar etnis tionghoa untuk membaur dengan bangsa ini. Di titik inilah soeharto ingin membangun sebuah pandangan bahwa "pada dasarnya negara dan bangsa kita sudah bersatu tapi dalam realitas selalu ada ganjalan, yakni etnis tionghoa yang gagal membaur". Inilah integralisme NKRI ala orde baru yang menyebabkan isu etnis dan agama masih menjadi isu yang paling sensitif sampai sekarang.
Dan bukankah ini hal yang sama dengan apa yang terjadi di PMII Rayon Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Dari awal bergelut, kita sudah di injeksikan tentang tatanan masyarakat yang utuh dan lengkap. Tentang faksi-faksi yang disembunyikan. Tentang Soliditas dan “satu bendera” yang menjadi doktrin utama. Tentang mimpi-mimpi persatuan dan persahabatan yang utuh dan tak retak. Di titik inilah fantasi rasis mendapatkan pendasarannya secara teoritik. Sebab yang ideal gagal dihadirkan, mekanisme pengkambing-hitaman mulai beroperasi dalam ranah si Subject tadi. Mulai dari isu etnis, kurangnya kesadaran komunal sampai ketidak-percayaan di jadikan dalih ketika “fantasi” tersebut gagal terwujud dalam realitas.
Sejatinya dalam fantasi selalu ada retakan antara yang ideal dengan yang real. Saya, kamu, kita, kalian, kami, mereka, dan manusia manapun selalu mencoba menyulam robekan tadi dan kita tahu tak pernah ada yang berhasil merajut robekan tadi. Lantas apa kita mesti pesimis lalu menjadi fatalis dan bersikap autis begitu saja? Oh.. tentu saja tidak. Bukan berarti persatuan dan persekawanan adalah hal yang salah. Yang terpenting yang perlu di tanamkan dalam benak kita adalah bahwa dunia ini begitu plural yang tak pernah bisa kita tunggalkan dalam satu warna. Maka yang perlu kita lakukan adalah teruslah merajut tanpa adanya ilusi tentang sebuah masyarakat yang utuh dan lengkap di dunia ini. Karena masyarakat yang utuh cuma ada di surga kelak.
Mari bangun kawan dari tidur kita yang panjang ini. Mari kita hancurkan mimpi yang terlanjur menjadi leviathan di sekiling kita. Ilusi tentang sebuah masyarakat yang utuh dan tak retak. Sebuah mimpi yang hanya akan terus-menerus melahirkan fasisme persatuan dan sebentuk persahabatan yang tak lebih dari nepotisme, oligarki, dan gerombolan seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Kami bernaung dengan atap yang sama..
Kami berdiri di bumi yang sama..
Kami tidak mengenal persatuan yang dipaksakan..
Kami anti kebenaran yang diseragamkan..
Kami menolak yang tunggal dan mengimani yang plural..
Kami bertuhan pada kebenaran..
Kami beriman pada kebebasan..
Monopoli adalah setan..
Sering
terdengar ditelinga kita kata-kata dia adalah orang hebat. Dia orang populer,
atau bahkan orang yang selalu di sanjung-sanjung oleh orang banyak, karena
memang dia adalah seorang politisi. Sampai saat ini saya selalu berasumsi bahwa
orang yang hebat bukan hanya orang yang mampu menunjukkan eksistensi nya dalam
wilayah politik.
Seseorang
bisa dikategorikan sebagai orang hebat ketika dia sudah mampu menularkan
kemampuannya kepada orang lain dan ada bukti kongkrit atas perilaku yang selama
ini dia kerjakan. Perlu di fahami bahwa orang hebat adalah orang yang selalu
dipangkas ruang geraknya dalam bebrapa hal, misalnya kehidupan sosial, politik,
ekonomi, budaya, pendidikan dll.
Pramudya
ananta toer adalah salah satu seorang budayawan atau sastrawan sejati yang selama
ini saya kagumi. Pram adalah sesosok manusia yang humanis, yang sangat
menghargai akan adanya nilai-nilai kemanusiaan, yang mengedepankan rasa saling
memahami antar sesama. Dalam pandangan saya dia adalah salah satu dari beberapa
orang yang hebat di negeri ini.
Sudah
menjadi rahasia umum lagi bahwa pram adalah seorang sastrawan yang sangat luar
biasa, namanya sudah melalang buana di seantero negri. Lewat karya nya dia
banyak di kenal oleh kaum sastrawan domestik maupun manca negara karena banyak
memberikan inspirasi dan motivasi untuk menjalani hidup. Pram tidak pernah
menganggap dirinya itu sastrawan yang tenar, akan tetapi karya tulisannya yang
kemudian meningkatkan grade nama pram yang semakin meningkat.
Terkadang
kita sering melihat di sekitar kita banyak orang-orang yang sikap, perilaku,
ucapan nya seolah-olah tampak seperti Kebo Ijo yang mendapatkan keris Mpu
Gandring yang sakti mandraguna, menyombangkan diri dan terkesan angkung dengan
apa yang dimiliki hari ini. Merasa bahwa dia adalah orang hebat yang harus di
hormati dan puja-puja.
Secara
tersirat maupun lisan dia selalu ingin mengetakan bahwa “ini saya adalah orang hebat”
perilaku tersebut sebenarnya kalo menurut saya tidak bagus, lagi-lagi saya
ingin bilang orang hebat yang menilai adalah orang lain bukan dirinya sendiri. Mbok ya’o punya uang banyak kalo masih tetap
saja sombong pasti orang lain akan menilai lebih hebat orang sederhana yang
bisa saling memberi antara satu dengan yang lain.
Terkadang
memang susah untuk menurunkan libido superioritasan manusia. Butuh waktu untuk
menjinakan hasrat untuk menjadi orang yang populer dengan pijakan
dehumanitas,,,
Berdiri dengan dada membusung kaki
lurus,,,
Pandangan mata kearah depan dengan
sorot mata layaknya burung hantu,,
Dalam
keheningan malam yang dilalui tadi malam merupakan satu goresan tinta yang
termaktub dalam sejarah perjuangan. Perdebatan panjang yang membahas persoalan
persekawanan, perjuangan, pengabdian, cukup panjang dan sangat melelahkan.
Terlebih ketika membahas issue tentang adanya friksi (kesenjangan) antara
beberapa angkatan yang merasa dirinya adalah seorang pahlawan yang pernah
berjasa demi mempertahankan keluarga dalam institusi.
Forum yang tadi malam mengatas namakan warga tidak
di hadiri oleh satu angkatan yang paling muda. Saya tidak tau apakah memang
mereka sengaja tidak di undang ataukah mereka memang sengaja tidak hadir. Dalam
benak hati saya bertanya-tanya, what,s
the problem?? . ku cukupkan pertanyaanku dengan adanya jawaban dari sahabat
karib saya bahwa warga yang paling kecil di undang tapi tidak semua. Okey
sampai disini dulu pembahasan tentang ketidak hadiran warga yang paling bawah,
kita lanjut pada pembahasan terkait dengan duduk persoalan yang butuh
klarifikasi agar tidak berlarut-larut.
Dapat
saya simpulkan bahwa topik pembahasan
itu berkutat pada beberapa hal yang menyangkut problem personal yang
mengatasnamakan komunal. Di antaranya persoalan kontrakan ( Eks Pengurus Vs
Pengurus), ada kesenjangan angkatan (’08 Vs 09), dan ada lagi yang terakhir
pengurus jadi comon enemy bagi seluruh warga, hahahaaa,,,sungguh terlalu,,,
Saya
ingin memaparkan hasil refleksi semalam tadi. Awalnya forum berjalan tidak
stabil, masih merasa bahwa ada yang dirinya takut, ada yang dirinya merasa ngga
di anggap dan salah, sampai ada seseorang yang bilang, Bakunin pernah berkata “ perang sipil yang terbuka
dan blak-blakan lebih baik dari pada harus hidup dalam kedaimaian tapi busuk”
. akhirnya forum mulai menemukan titik terang menuju pengungkapan semua
masalah.
Persoalan
kontrakan, saya mengakui bahwa kontrakan yang hanya di bayar selama 7 bulan itu
mendapatkan protes keras dari kawan-kawan pengurus. Pernah saya bilang sama
kepala pengurus setiap angkatan punya dinamika, setiap masa atmosfernya
berbeda, dan ini di tafsirkan secara serius oleh beberapa kawan pengurus, bahwa
Eks pengurus tidak mau membantu pengurus sekarang.
Lucu
dan lugu tampak imut-imut juga. Nah kemudian keinginan dari pengurus sekarang
ingin membayar kontrakan sampai bulan agustus agar sekiranya warga termuda
besok tidak kelabakan dalam mencari rumah singgah sebagai centre of
moving. Okey akhirnya ada bebrapa
tawaran solusi yang di keluarkan di antaranya adalah warga ikut mbantu nyumbang
kontrakan, dan nanti kekurangan membayar kontrakan di bebankan kepada
kawan-kwan eks pengurus yang kemaren. Dan saya menjawab saya secara pribadi
pernah bilang dengan kepala pengurus, bahwa saya akan membantu membayar
kontrakan berapapun nanti sepunya saya, tapi nunggu gajian dulu dari rumah. Nah
untuk persoalan temen-temen yang lain nanti akan tak komunikasikan.
Meninjak
persoalan yang selanjutnya issue tentang adanya pertentangan antara angkatan
saya dengan angkatan atasnya. Dimulai dari ketika permohonan maaf sahabat karib
saya Reza Zea karena tidak bermksut untuk menghindar dari gerombolan anak-anak
‘’08 ketika sedang ngopi di grisse. Waktu itu Zea ingin ngobrol sama saya
mencoba untuk mengklarifikasi segala isssue yang sudah landing di tataran grass
root. Akhirnya saya juga memberikan satu
pledoi kepada sahabat kakak angkatan terkait pas waktu ngopi ad anak-anak
moderat ngopi dan sedangkan saya waktu itu di mintain tolong sama anak-anak
untuk membeli rokok. Tapi saya tidak mau melewati jalan yang sesungguhnya
karena sudah jengah melihat atmosfer issu yang sudah berkembang.
Saya
minta maaf, bulan karena jijik ataupun saya males melihat anak-anak moderat.
Tapi saya terseret arus isu publik tentang adanya friksi diantara kita. Okey
akhirnya forum berjalan seperti biasanya, dan ketegangan sudah berangsur
menurun. Muncul lah sang penggembala yang memberikan wejangan, yang intinya
begini kalo semisal ada maslah, kalian komunikasikan ke kakak angkatan, kalo
semisal kakak angkatan ada masalah, komunikasikan keatas lagi, dan begitu
seterusnya. Dan selanjutnya forum berakhir jabat tangan demia afdholnya forum
tadi malem.
Sekian
dan terima kasih.
Terhentak ku melihat sang singa
meraung-raung....
Demi sepotong daging kehormatan...
Mata menatap seperti nyala lampu di
stadion mandala,,,
Tangan berkeringat seakan-akan
ingin memukulkan kan kepada apa saja yang berada di sampingnya,,,
Sungguh sangat menakutkan,,,
Kubawa santai dan pandangan mata
tetap fokus...
Tak pernah sedikitpun mersa gentar
melihat singa yang sedang lapar,,,
Feodalisme berasal dari kata feodum yang artinya
tanah.Dalam tahapan masyarakat feodal ini terjadi penguasaan alat produksi oleh
kaum pemilik tanah, raja dan para kerabatnya. Ada antagonisme antara rakyat tak
bertanah dengan para pemilik tanah dan kalangan kerajaan. Kerajaan, merupakan
alat kalangan feodal untuk mempertahankan kekuasaan atas rakyat, tanah,
kebenaran moral, etika agama, serta seluruh tata nilainya.
Pada perkembangan masyarakat feodal di Eropa, dimana tanah dikuasai
oleh baron-baron (tuan2 tanah) dan tersentral.
Para feodal atau
Baron (pemilik tanah dan kalangan kerabat kerajaan) yang memiliki tanah yang
luas mempekerjakan orang yang tidak bertanah dengan jalan diberi hak mengambil
dari hasil pengolahan tanah yang merupakan sisa upeti yang harus dibayar kepada
para baron. Tanah dan hasilnya dikelola dengan alat-alat pertanian yang kadang
disewakan oleh para baron (seperti bajak dan kincir angin). Pengelolaan
tersebut diarahkan untuk kepentingan menghasilkan produk pertanian yang akan
dijual ke tempat-tempat lain oleh pedagang-pedagang yang dipekerjakan oleh para
baron. Di atas tanah kekuasaannya, para baron adalah satu-satunya orang yang
berhak mengadakan pengadilan, memutuskan perkawinan, memiliki senjata dan
tentara, dan hak-hak lainnya yang sekarang merupakan fungsi negara. Para baron
sebenarnya otonom terhadap raja, dan seringkali mereka berkonspirasi
menggulingkan raja.
Kondisi pada masa feodalisme di Indonesia bisa diambil
contoh pada masa kerajaan-kerajaan kuno macam Mataram kuno, kediri, singasari,
majapahit. Dimana tanah adalah milik Dewa/Tuhan, dan Raja dimaknai sebagai
titisan dari dewa yang berhak atas penguasaan dan pemilikan tanah tersebut dan
mempunyai wewenang untuk membagi-bagikan berupa petak-petak kepada sikep-sikep,
dan digilir pada kerik-kerik (calon sikep-sikep), bujang-bujang dan
numpang-numpang (istilahnya beragam di beberapa tempat) dan ada juga tanah
perdikan yang diberikan sebagai hadiah kepada orang yang berjasa bagi kerajaan
dan dibebaskan dari segala bentuk pajak maupun upeti.
Sedangkan bagi
rakyat biasa yang tidak mendapatkan hak seperti orng-orang diatas mereka harus
bekerja dan diwajibkan menyetorkan sebagian hasil yang didapat sebagai upeti
dan disetor kepada sikep-sikep dll untuk kemudian disetorkan kepada raja, Selain
upeti, rakyat juga dikenakan penghisapan tambahan berupa kerja bagi
negara-kerajaan dan bagi administratornya.
Pada tahap masyarakat feodal di Indonesia, sebenarnya
sudah muncul perlawanan dari kalangan rakyat tak bertanah dan petani. Kita bisa
melihat adanya pemberontakan di masa pemerintahan Amangkurat I, pemberontakan
Karaeng Galengsong, pemberontakan Untung Suropati, dan lain-lain.
Hanya saja,
pemberontakan mereka terkalahkan. Tapi kemunculan gerakan-gerakan perlawanan
pada setiap jaman harus dipandang sebagai lompatan kualitatif dari
tenaga-tenaga produktif yang terus berkembang maju (progresif) berhadapan
dengan hubungan-hubungan sosial yang dimapankan (konservatif). Walaupun
kepemimpinan masih banyak dipegang oleh bangsawan yang merasa terancam karena
perebutan aset yang dilakukan oleh rajanya.
Embrio kapitalisme mulai bersentuhan dengan masyarakat di Nusantara
di awal abad ke-15, melalui merkantilisme Eropa.
Masuknya Kapitalisme
Melalui Kolonialisme dan Imperialisme
Di negara-negara yang menganut paham merkantilisme
terjadi perubahan besar terutama setelah Perkembangan teknologi perkapalan di
Eropa Selatan semakin memberi basis bagi embrio kolonialisme/imperialisme dan
kapitalisme, dimana mereka mencoba untuk mencari daerah baru yang kemudian
diklaim sebagai daerah jajahannya dengan semboyan Gold, Gospel, dan Glory,
mereka membenarkan tujuannya dengan alasan penyebaran agama dan dalam bentuk
kapitalisme dagang (merkantilisme) dan sejak itu feodalisme di masyarakat
pra-Indonesia mempunyai lawan yang sekali tempo bisa diajak bersama memusuhi
dan melumpuhkan rakyat.
Kolonialisme dan imperialisame merebak di mana-mana,
termasuk di tanah Nusantara, Tahun 1469 adalah tahun kedatangan ekspedisi
mencari daerah baru yang dipimpin raja muda portugis Vasco da Gama. Tujuannya
mencari rempah-rempah yang akan dijual kembali di Eropa. Kemudian menyusul
penjelajah Spanyol masuk ke Nusantara di tahun 1512. Penjelajah Belanda baru
datang ke Nusantara tahun 1596, dengan mendaratnya Cornelis de Houtman di Banten.
Kolonialisme yang masuk pertama di Indonesia merupakan
sisa-sisa kapitalisme perdagangan (merkantilisme). Para kapitalis-merkantilis
Belanda masuk pertama kali ke Indonesia melalui pedagang-pedagang rempah-rempah
bersenjata, yang kemudian diorganisasikan dalam bentuk persekutuan dagang VOC
tahun 1602, demikian juga dengan Portugis, dan Spanyol. Para pedagang
bersenjata ini, melakukan perdagangan dengan para feodal, yang seringkali
sambil melakukan ancaman, kekerasan dan perang
Kekuasaan kolonial Belanda ini terinterupsi 4 tahun
dengan berkuasanya kolonialisme Inggris sampai tahun 1813. Kolonialisme Inggris
masa Raffles, adalah tonggak penting hilangnya konsep pemilikan tanah oleh
kerajaan. Sebab dalam konsep Inggris, tanah bukan milik Tuhan yang diwakilkan
pada raja, tapi milik negara. Karenanya pemilik dan penggarap tanah harus
membayar landrente (pajak tanah) --pajak ini mengharuskan sistem monetar dalam
masyarakat yang masih terkebelakang sistem moneternya, sehingga memberi
kesempatan tumbuhnya rentenir dan ijon.
Di sisi yang lain, kalangan kolonialis-kapitalis juga
memanfaatkan kalangan feodal untuk menjaga kekuasaannya. Hubungan antara para
kolonialis-kapitalis dengan para feodal adalah hubungan yang saling
memanfaatkan dan saling menguntungkan, sedangkan rakyatlah yang menjadi objek
penindasan dan penghisapan dari kedua belah pihak Kapitalisme yang lahir di
Indonesia bukan ditandai dengan dihancurkannya tatanan ekonomi-politik
feodalisme, melainkan justru ada usaha revitalisasi dan produksi ulang tatanan
ekonomi-sosial-politik-ideologi-budaya feodal untuk memperkuat kekuasaan
kolonialisme.
Karena adanya revolusi industri terjadi kelebihan
produksi yang membutuhkan perluasan pasar; membutuhkan sumber bahan mentah dari
negeri asalnya; membutuhkan tenaga kerja yang murah -- mulai melakukan
kolonialisasi ke negara-negara yang belum maju. terlebih seusai berhasil
menjatuhkan monarki absolut.
Tapi pertumbuhan ini dimulai dalam bentuk paling
primitif dan sederhana. Hal ini sangat berbeda dengan lahirnya kapitalisme di
negara-negara Eropa dan Amerika. Di kedua benua tersebut, kapitalisme lahir
sebagai wujud dari dihancurkannya tatanan
ekonomi-sosial-politik-ideologi-budaya feodal. Contoh kasus yang paling jelas
adalah adanya revolusi industri di Inggris yang mendahului terjadinya revolusi
borjuasi di Perancis
Tumbuhnya Kapitalisme di Indonesia
Pada masa Van den bosch tahun 1830, pemerintah Belanda
membangun sebuah sistem ekonomi-politik yang menjadi dasar pola kapitalisme
negara di Indonesia. Sistem ini bernama tanam paksa. Ini diberlakukan karena
VOC mengalami kebangkrutan.Tanam Paksa merupakan tonggak peralihan dari sistem
ekonomi perdagangan (merkantilis) ke sistem ekonomi produksi. Ciri-ciri tanam
paksa ini berupa:
1. Kaum tani diwajibkan menanam
tanaman yang laku dipasaran Eropa, yaitu tebu, kopi, teh, nila, kapas, rosela
dan tembakau; kaum tani wajib menyerahkan hasilnya kepada pemerintah kolonial
dengan harga yang telah ditentukan oleh pemerintah Belanda;
2. Perubahan (baca: penghancuran) sistim pengairan sawah
dan palawija;
3. Mobilisasi kuda, kerbau dan sapi untuk pembajakan dan
pengang kutan;
4. Optimalisasi pelabuhan, termasuk pelabuhan alam;
5. Pendirian pabrik-pabrik di lingkungan pedesaan,
pabrik gula dan karung goni;
6. Kerja paksa atau rodi atau corvee labour untuk
pemerintah;
7. Pembebanan berbagai macam pajak.
Sistem ini juga merupakan titik awal berkembangnya kapitalisme
perkebunan di Indonesia.
Pada pertengahan abad 19 terjadi perubahan di negeri
Belanda, yaitu menguatnya kaum kapital dagang swasta --seusai
mentransformasikan monarki absolut menjadi monarki parlementer dalam sistim
kapitalisme-- terjadi pula perubahan di Nusantara/ Hindia Belanda. Perubahan
kapitalisme ini pun menuntut perubahan dalam metode penghisapan dan sistem
politiknya: dari campur tangan negara, terutama untuk monopoli produksi,
perdagangan dan keuangan.
Politik dagang
kolonial yang monopolistik ke politik kapital dagang industri yang bersifat
persaingan bebas, sebagai akibat tuntutan swastanisasi oleh kelas borjuis yang
baru berkembang. Maka pada tahun 1870 tanam paksa di hentikan. Namun borjuasi
yang masuk ke jajahan (di Indonesia) menghadapi problem secara fundamental
yaitu problem tenaga produktif yang sangat lemah. tenaga kerjanya buta huruf,
misalnya. Oleh karena itu untuk mengefisienkan bagi akumulasi kapital,
pemerintah belanda menerapkan politik etis. Dengan politik etis pemerintah
hindia belanda berharap agar tenaga-tenaga kerja bersentuhan dengan ilmu
pengetahuan (meski tidak sepenuhnya) tekhnologi untuk menunjang produktivitas
dan untuk perluasan lahan bagi kepentingan akumulasi modal. Mulai munculah
sekolah-sekolah walaupun diskriminatif dalam penerimaaan siswanya.
Penerapan politik Etis ternyata menjadi bumerang bagi
Belanda sendiri. Politik etis menumbuhkan kesadaran baru bagi rakyat-rakyat
dengan tersosialisanya ilmu pengetahuan akhirnya mampu memahami kondisinya yang
tertindas. Gerakan-gerakan modern untuk melawan penindasan mulai dikenal:
mulailah dikenal organisasi terutama setelah partai-partai revolusioner di
Belanda berkomitmen (merasa berkewajiban) membebaskan tanah jajahan. Seiring
dengan ini mulailah dikenal mengenai sosialisme, kapitalisme, komunisme, dsb.
yang selanjutnya sebagaimana yang kita ketahui dengan baik, rakyat mulai
membangun perlawanan (berontak). .
Usaha perjuangan pembebasan rakyat secara nasional ini,
menunjukkan betapa takutnya pemerintah Belanda terhadap aksi-aksi massa yang
radikal dan progersif. Sekitar 13.000 pejuang dibuang ke Boven Digul oleh
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Salah satu sebabnya adalah ketidak-mampuan
kaum radikal dalam mengkonsolidasikan secara baik dan menyeluruh
kekuatan-kekuatan potensial rakyat, yaitu kaum buruh, kaum tani dan kaum
tertindas lainnya.
Sehingga kekuatan kaum radikal sendiri tidak cukup kuat
untuk menghadapi aparat militer Pemerintah Kolonial. Satu pelajaran yang harus
kita ambil adalah bahwa perjuangan bersenjata adalah kebutuhan nyata massa dan
merupakan kulminasi dari situasi revolusioner perlawanan rakyat terhadap watak
negara kolonial, dengan aparat kemiliterannya, yang selama ini melakukan
penghisapan/penindasan terhadap segala bentuk perlawanan rakyat. Dengan
demikian, kekalahan perlawanan 1926/1927, adalah kekalahan gerakan pada
umumnya.
Sejarah perjuangan ternyata bergerak maju. Kekalahan
gerakan pembebasan nasional tidak serta merta menyurutkan perjuangan. Posisi
PKI di ambil alih oleh PNI yang berdiri pada tanggal 4 Juli 1927 dibawah
pimpinan Ir. Sukarno. PNI berwatak kerakyatan dan partai massa. Sisa-sisa kaum
progresif yang masih hidup lalu bergabung dengan PNI, sebagai alat perlawanan
kolonialisme.Dukungan yang luas atas PNI membuat penguasa harus mengirim para
aktivis PNI ke penjara, termasuk Sukarno.
Akhirnya, pada tahun 1929 pimpinan PNI mengambil keputusan
untuk membubarkan diri. Tapi aktivitas revolusioner yang dilakukan oleh kaum
radikal tetap dilanjutkan dengan gerakan bawah tanah. Di bawah kondisi yang
represif, terbitan dan pertemuan gelap lainnya terus dijalankan.
Ketika fasisme mulai merambah Eropa dan Asia,
konsistensi perjuangan pembebasan tetap terjaga terus menerus. Sementara itu di
Eropa, tahun 1939 Perang Dunia II meletus ketika Jerman dibawah Hitler menyerbu
Polandia. Jepang lalu menyerbu Hindia Belanda dan mengusir kekuasaan Belanda digantikan
dengan pemerintahan administrasi militer. Kerja paksa (romusha) diberlakukan
untuk membangun infrastruktur perang seperti pelabuhan, jalan raya dan lapangan
udara tanpa di upah. Serikat buruh dan partai politik dilarang. Yang
diperbolehkan berdiri hanya organisasi boneka buatan pemerintah militer Jepang
seperti Peta, Keibodan dll. Sebab-sebab dari timbulnya PD II adalah persaingan
diantara negara-negara imperialis untuk memperebutkan pasar dan sumber bahan
baku. Siapapun yang menang maka kemenangannya adalah tetap atas nama
imperialisme. Jadi dapat disimpulkan bahwa Perang Dunia Kedua Adalah Perang
Kaum Imperialis
Orde Baru dan Kapitalis Bersenjata
Konsolidasi kapitalisme di Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari scenario lembaga-lembaga sistem kapitalisme dunia seperti IMF
dan World Bank. Kapitalisme dengan syarat-syarat kekuatan produktif yang rapuh
dibidang teknologi serta kurangnya dana segar untuk modernisasi menjadikan
penguasa Orba harus bergantung sepenuh-penuhnya pada kekuatan modal Internasional
Jepang, Amerika, Inggris, Jerman, Taiwan, Hongkong, dll. Pengabdian Orba pada
modal semakin membuktikan bahwa pada prinsipnya negara Orba dibawah kekuasaan
yang dipimpin oleh Jendral Soeharto adalah ALAT KEPENTINGAN-KEPENTINGAN MODAL.
Pada tahapan awal konsolidasi kekuasaannya, Soeharto
berhasil memanfaatkan pinjaman hutang luar negeri dan penanaman modal asing.
Soeharto melahirkan orang kaya baru (OKB) dan tumbuhnya Kapitalis. Soeharto
juga memberikan lisensi penuh kepada sekutu dan kerabatnya untuk monopoli
Export-import, penguasaan HPH dan perkebunan-perkebunan kepada yayasan-yayasan
Angkatan Darat. Sehingga seluruh aset ekonomi kekayaan negara dikuasai oleh
kroni-kroni Soeharto. Dan Rezim Orba ini juga menggunakan kekuatan militernya
untuk merefresif, membungkam dan meredam kekritisan dan protes dari rakyat.
Senjatanya yaitu Dwi Fungsi ABRI dengan manifestasinya yaitu kodam, kodim,
korem, koramil, babinsa/binmas.
Pada masa kekuasaan Rezim Orba ada beberapa perlawanan
rakyat, tetapi organisasi perlawanannya lemah sehingga dapat dipukul dengan
mudah seperti kasus Aceh, Tanjung Priuk, Lampung,dll. Di Gerakan Mahasiswanya
sendiri Rezom Orba mengeluarkan kebijakan NKK/BKK yang jelas-jelas sangat
meredam kekritisan mahasiswa, dan membuat mahasiswa jadi sulit untuk merespon
kondisi masyarakat Indonesia.
Pada tahun 1997 terjadi krisis yang melanda dunia.
Krisis ini diakibatkan oleh over produksi yang menyebabkan pengembalian modal
mengalami kesulitan. Dampak dari krisis Global ini sangat berpengaruh sekali
pada negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia. Ditambah lagi dengan jatuh
temponya hutang luar negeri. Dampak dari krisis ekonomi di Indonesia awal dari
keruntuhan Rezim Orba.
Runtuhnya Orba yang dimulai dengan krisis ekonomi yang
berkepanjangan di Indonesia. Dampak dari krisis ekonomi tersebut adalah naiknya
harga sembako. Sehingga terjadi pergolakan dimana-mana yang menuntut
diturunkannya harga sembako. Gerakan Mahasiswa yang selama ini vakum mulai
bangkit melawan Rezim otoriter Soeharto. Tuntutan Mahasiswa dan Rakyat yang
tadinya mengangkat isu-isu ekonomis meningkat menjadi isu-isu politis.
Pada tahun 1998 Gerakan Mahasiswa dan Rakyat berhasil
melengserkan Soeharto dari kursi kekuasaannya. Soeharto digantikan oleh Habibie
yang masih anak didiknya. Habibie hanya setahun berkuasa di Indonesia. GusDur
naik sebagai Presiden RI dan Mega sebagai wakilnya melalui Pemilu 1999 yang
katanya demokratis.
Pendidikan karakter merupakan sebuah
wacana yang bisa dibilang belum lama atau masih baru. Gagasan ini juga
termaktub dalam Rencana Aksi Kementrian Pendidikan Nasional 2010-2014 yang
berisi bahwa, pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai,
pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik buru,
memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati.
Bermula dari input atau produk hasil
pendidikan di Indonesia yang selama ini ternyata banyak terjadi kegagalan.
Misalkan, masih ditemukannya kekerasan antar agama, kekerasan remaja, bahkan
korupsi merajalela. Semua itu tidak lain produk pendidikan bangsa ini yang
telah gagal. Kita tidak bisa menyalahkan dari satu atau dua komponen yang ada,
melainkan ini menjadi tanggungan dan tugas kita bersama selaku stekholder
dalam pendidikan.Peran keluarga,
lingkungan masyarakat, sekolah, sampai pemangku kebijakan merupakan komponen
yang sekiranya perlu kita perbaiki bersama.
Padahal jika kita mau menelisik
lebih jauh lagi apa yang diusung oleh pendidikan karakter, sejatinya sudah ada
sejak dahulu sebelum kata tersebut menjadi trend center pendidikan di
Indonesia saat ini. Kita bisa melihat dan membandingkan unsure-unsur pendidikan
karakter dengan matakuliah pendidikan akhlak, moral dan etika yang jauh-jauh
hari kita sepakat sudah mengenalnya.
Bahkan kita (islam) lebih lama
mengenal pendidikan akhlak tinimbang pendidikan karakter. Sampai pada
pernyataan bahwa guru besar pendidikan karakter dunia yaitu Nabi Muhammad Saw.
Jelas bahwa rosul diutus semata-mata untuk menyempurnakan karakter/akhlak. Apa yang rosulullah sampaikan semuanya
berorientasi pada penanaman akhlak dan habituasi “ (pembiasaan). Kurang
apa sebenarnya rosulullah dalam mengembangkan dan menanamkan karakter peserta
orang-orang yang ada pada sekitar rosulullah pada saat itu.
Unsur Nilai dalam Pendidikan Karakter
Mari kita lihat bersama apa saja
unsure-unsur nilai yang diusung oleh pendidikan karakter, yaitu: Religious,
Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa
Ingin Tahu, Semangat kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi,
Bersahabat/ Komunikatif, Cinta damai, Gemar Membaca, Peduli lingkungan, Peduli
sosial, Tanggung jawab, Menghargai keagamaan, Mampu bekerjasama dalam
keragaman.
Secara garis besar, semua
nilai-nilai diatas diupayakan terintegrasi dalam setiap mata pelajaran yang
direncanakan dan diatur sejak awal tahun. Dengan harapan semua mata pelajaran
tanpa terkecuali ikut mengembangkan nilai-nilai karakter tersebut. Sama hal nya
dengan pendidikan akhlak, hanya saja secara materi pendidikan akhlak merupakan
garapan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan merupakan materi pelajaran
tersendiri. Sedangkan pendidikan karakter bukan merupakan mata pelajaran
tersendiri, melainkan unsure-unsur nilai tersebut yang dimasukkan dalam setiap
mata pelajaran.. unsure-unsur tersebut disusun mulai dari pembuatan silabus,
RPP, sampai pada langkah-langkah pembelajarannya.
Orientasi Pendidikan Karakter
Sekali lagi artinya pendidikan agama
islam sudah mengembangkan pendidikan karakter jauh-jauh hari semenjak
rosulullah diutus dan menjadi rosul. Hanya saja permasalahannya pada, sejauh
mana pendidikan akhlak tersebut terinternalisasi dalam diri setiap individu.
Lalu mengapa dekandensi nilai dan moral seakan menjadi jama’ah dan masalah
bersama yang tak kunjung usai. Ada masalah apa sebenarnya pada pendidikan
akhlak selama ini. Sehingga muncul penidikan karakter.
Atau jangan-jangan ini sudah menjadi
kebiasaan orang Indonesia yang latah terhadap sesuatu yang baru. Dengan
wacana pendidikan karakter seolah-olah semua yang berhubungan dengan pendidikan
serentak menggemborkannya tanpa tau hakikat dari pendidikan karakter itu
sendiri. Sehingga penulis katakana diawal bahwa wacana ini seakan-akan menjadi trand
center dalam dunia pendidikan dewasa ini.
Yang pasti apapun itu namanya, bagi
penulis yang terpenting adalah pengembangan nilai, karakter, akhlak, pada siswa
disetiap lembaga pendidikan terus selamanyaberjalan dan selamanya diperbaiki kekurangannya. Contoh riil korupsi di
Indonesia sekarang ini, mereka merupakan para politisi muda, pejabat muda,
produk pendidikan di Indonesia yang boleh dikatakan gagal dalam mengembangkan
akhlak, moral, dan karakter bangsa.
Rencana Pelaksanaan Pembelajar (RPP)
Landasan pengembangan RPP yaitu
mengacu pada PP No 19 Th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan
Permendiknas no 41 tahun 2007 tentang Standar Proses, untuk satuan pendidikan
Dasar dan Menengah.
Secara umum pengertian RPP adalah
seperangkat deskripsi program kegiatan pembelajaran yang dijabarkan dari
silabus untuk mengarahkan kegiatn belajar peserta didik dalam upaya mencapai
KD. Didalmnya memuat rumusan standar kompetensi,kompetensi dasar, indicator yang hendak
dicapai, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar.
Lalu apa saja manfaat dari RPP
tersebut, pertama sebagai arah kegiatan dalam mencapai kompetensi, kedua
sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsure yang
terlibat dalam pembelajaran, ketiga sebagai pedoman kegiatan belajar
baik guru maupun peserta didik, keempat sebagai alat ukur untuk
mengetahui efektif tidaknya kegiatan pembelajaran.
Ada beberapa hal yang perlu kita
perhatikan dalam mengembangkan RPP, dianataranya adalah:
1.Kita
harus memperhatikan perbedaan individu peserta didik
2.Kita
harus mendorong partisipasi aktif peserta didik
3.Mengembangkan
budaya membaca dan menulis
4.Memberikan
umpan balik dan tindak lanjut keterkaitan dan keterpaduan
5.Menerapkan
teknologi informasi dan komunikasi
Intinya adalah RPP merupakan acuan
dasar proses pembelajaran dalam kelas yang idealnya dibuat sendiri oleh guru
matapelajaran masing-masing. Namun ternyata riil dilapangan sampai sekarang ini
banyak guru yang mengabaikan peran RPP dengan dalih “RPP itu tidak penting,
karena yang terpenting siswa kelas 3 sekarang ini adalah menguasai materi agar
lulus UN”.Ini menjadi problem besar dalam dunia pendidikan, yang dampaknya
adalah kurangnya aplikasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang orientasinya
pada Kompetensi bukan materi.
TEACHING
SKILL (KETERAMPILAN MENGAJAR)
vCakupan Keterampilan Mengajar
1.Keterampilan
membuka dan menutup pelajaran
a.Keterampilan
Membuka Pelajaran
1)Menarik
perhatian siswa
2)Menumbuhkan
motivasi
3)Memberikan
acuan
4)Membuat
hubungan antar materi
b.Keterampilan
Menutup Pelajaran
1)Meninjau
kembali inti materi
2)Mengevaluasi
2.Keterampilan
menjelaskan
a.Kejelasan
b.Penggunaan
contoh/ilustrasi
c.Pengorganisasian
d.Penekanan
pada hal penting
e.Balikan
(mengajukan pertanyaan, meminta respon dan komentar siswa)
3.Keterampilan
bertanya
a.Bertanya
dasar
b.Bertanya
lanjut
4.Keterampilan
memberi penguatan
a.Penguatan
verbal (dengan kata-kata atau dengan kalimat)
b.Penguatan
non verbal (dengan bahasa isyarat, mimik dan gerak)